(Kabar Nusantara) – Memasuki Tahun Ajaran Baru 2025/2026 sebagai hari pertama masuk sekolah semua murid baru baik mulai jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar sampai menengah melakukan kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). MPLS merupakan kegiatan untuk menyambut warga baru sekolah ke dalam keluarga besar komunitas sekolah. Para guru pendamping dan panitia, perlu memerkenalkan kepada murid baru kekhasan dan keunikan sekolah, terutama nilai-nilai yang diperjuangkan dan dilatihkan di sekolah.
Acara-acara kekeluargaan menggembirakan, permainan yang menyenangkan dalam rangka mengenal anggota sekolah yang lain, memerkenalkan kebijakan, peraturan, dan berbagai kegiatan sekolah yang ada dengan menarik akan membuat murid baru cepat berinteraksi dan merasa di rumah sendiri.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) juga kembali menegaskan komitmennya untuk menciptkan lingkungan belajar yang aman, nyaman, menggembirakan, dan bebas dari segala bentuk kekerasan, MPLS merupakan wahana yang tepat. Progran ini tidak hanya sekadar momentum pengenalan lingkungan sekolah, tetapi juga langkah strategis untuk mananamkan nilai-nilai karakter, menggali bakat, serta menumbuhkan semangat belajar murid sejak hari partama sekolah (Kompas, 16/07/2025).
Mengacu regulasi
Dalam melaksanakan kegiatan MPLS di masing-masing sekolah sebagai satuan pendidikan mempunyai kebijakan sendiri. Namun pedoman dasar untuk regulasinya tetap mengacu pada Surat Edaran Menteri Pendidikan Dasar dan Mengengah Nomor 10 tahun 2025 yang mengatur tentang penyelenggaraan MPLS agar tujuan MPLS tercapai. Dalam surat edaran tersebut disertai dengan tujuan MPLS sebagai panduan resmi.
Tema yang diambil pada tahun ini yaitu MPLS ramah. Makna dalam tema tersebut lebih menitikberatkan kegiatan yang memuliakan dan menghormati hak anak, dan menjujung tinggi nilai-nilai karakter untuk mewujudkan lingkungan belajar yang nyaman, aman, dan menggembirakan melalui kegiatan yang bermakna dan menyenangkan yang tujuannya dapat memantik spirit belajar.
Semangat ramah adalah semangat untuk saling menghormati antara satu dengan yang lain, saling menerima keadaan anak-anak apapun kondisi ekonomi mereka, apapun keadaan fisik mereka, apapun agamanya, dan bagaimanapun kemampuan intelektual mereka. Selain itu dengan semangat ramah ini, para pendidik diharapkan senantiasa membangun sikap di mana semua orang merasa nyaman, bergembira, dan sukacita di lingkungan pendidikan. Sekolah bukan hanya sekadar tempat menuntut ilmu, namun sekolah merupakan tempat untuk membangun karakter, membentuk kepribadian utama anak-anak dengan spirit berkobar laksana magma.
Suasana aman, nyaman, dan penuh kekeluargaan menjadi dasar pembentukan lingkungan sekolah yang ramah secara moral, tempat setiap individu merasa dihargai dan dihormati. Bila mereka merasa dihargai, keberlangsungan proses hidup bersama dalam satu atap kekeluargaan akan berkelindan dengan aspek lain, yaitu kenyamanan mereka belajar untuk meraih tujuan yang diharapkan (Doni Koesoma A., & Evi Anggraeny, 2020).
Pelaksanaan MPLS diselenggarakan selama lima hari, dimulai pada tanggal 14 Juli 2025 dan berakhir pada tanggal 18 Juli 2025 pada jam kerja pendidikan formal sesuai kalender akademik dan jadwal pembelajaran yang berlaku. Pengecualian untuk satuan pendidikan berasrama dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Di samping itu, orang tua dan Komite Sekolah dapat dilibatkan dalam MPLS, sesuai tugas dan peranannya. Narasumber di samping guru dan tenaga kependidikan, bila perlu melibatkan kelompok profesional, sesui dengan program keahlian di sekolah tersebut. Pada prinsipnya, tanggung jawab keseluruhan program dan kegiatan MPLS adalah kepala sekolah satuan pendidikan yang bersangkutan.
Penekanan kedisiplinan
Di antara beberapa materi MPLS, perlu ditekankan masalah kedisiplinan terhadap peraturan yang sudah disepakati. Regulasi yang ditetapkan oleh sekolah merupakan sebuah bentuk tanggung jawab moral. Para murid yang melakukan pelanggaran dan memeroleh sanksi atau konsekuensi yang mendidik sebagai wujud dari tanggung jawab mereka karena telah melanggar kesepakatan bersama.
Perlu juga disadari bersama, persoalan utama pembentukan karakater pada saat ini adalah sejauh mana sekolah dapat melihat sanksi sebagai bagian dari proses pembentukan karakter, bukan sebagai bagian dari kegiatan sekadar memberi hukuman atau melanggar hak murid. Namun sanksi tersebut merupakan bentuk dari regulasi agar peserta didik menyadari kesalahan yang dilakukan untuk tidak mengulang kembali.
Melatih murid memahami bahwa sanksi adalah latihan tanggung jawab atas pelanggaran kesepakatan bersama harus dibudayakan terus menerus tanpa kenal lelah. Tentunya hal ini perlu keteladanan dari guru dan warga sekolah untuk menaati aturan tersebut. Karena perlu disadari murid di era sekarang lebih percaya pada keteladanan nyata bukan sekadar teori kedisiplinan saja.
Kembali dengan mendesain MPLS penuh kegembiraan, efektif, ramah, dan saling menghormati akan menimbulkan kesan baik kepada murid baru dan orang tua yang memercayakan putra-putrinya di sekolah tersebut. Kisah-kisah yang diceritakan selama murid baru melaksanakan MPLS akan menjadi sumber promosi efektif, karena berdasarkan pengalaman faktul peserta didik baru masuk sekolah tersebut.
Lebih dari itu, MPLS seharusnya menjadi momentum untuk berbagi kebahagiaan dan kegembiraan karena sekolah memeroleh keluarga baru yang akan menyemarakkan kehidupan sekolah. Di tahun ajaran baru ini, murid baru akan bergabung dalam keluarga besar sekolah yang bersama-sama menimba ilmu demi meraih masa depan yang dicita-citakan.
Dengan pelaksanaan MPLS yang akomodatif sekaligus dapat berfungsi sebagai fondasi pendidikan karakter, karena melalui kegiatan ini para murid baru diperkenalkan pada nilai-nilai, norma, dan kultur sekolah, serta dilatih berinteraksi positif dengan lingkungan sekolah baru sebagai rumah kedua mereka untuk menimba ilmu. (*)
Penulis :
Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang
Alumnus Magister Pendidikan
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta