Depok Jabar (Kabar Nusantara) – Berdasarkan hasil investigasi awak media kepada salah satu warga Depok yang berinisial WYD yang mengeluhkan dan menanyakan integritas terhadap keamanan dan ketertiban Kota Depok terutama menindaklanjuti aksi sadis premanisme (MATEL). Dikeluhkan aksi tersebut marak terjadi di sepanjang jalan Kota Depok, Bogor, tepatnya di Jalan Juanda, Jalan Raya Etole Iskandar dan sebagian jalan-jalan kecil.
Warga mengeluhkan mengingat hal tersebut merupakan pelanggaran hukum yang sudah sangat meresahkan masyarakat umum. Serta mengganggu keamanan dan ketertiban lingkungan, Sabtu (11/10/2025).
Dengan adanya aksi premanisme (MATEL) yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 2025, WYD melayangkan surat pengaduan ke Kapolres Depok tembusan ke Irwasda Polda Metro Jaya, Kabid Propam Polda Metro Jaya. Namun sampai saat ini belum ada tanggapan dari pihak terkait diduga ada unsur kesengajaan atau membiarkan berkeliaran dengan bebas. Sehingga aksi premanisme (MATEL) semakin merajalela dan meresahkan masyarakat.
Tanggal 28 September 2025 usai WYD melaksanakan sidang, di perjalanan melihat kejadian aksi sadis dari beberapa preman (MATEL) mengepung seorang ibu yang berkendara sepeda motor. Melihat kejadian tersebut WYD respons cepat langsung mendekati dan memberikan penjelasan kepada oknum tersebut bahwa terkait penarikan unit harus dilakukan berdasarkan prosedur hukum yang berlaku. Di mana dalam melakukan penarikan unit kendaraan harus berdasarkan gugatan dari pengadilan dan yang berhak menyita kendaraan adalah jurusita pengadilan, namun ditolak oknum itu dengan menantang serta mengatakan kalimat kepada WYD
“Kami tidak takut dengan hukum. Karena pimpinan kami sudah bekerjasama dengan kepolisian Kapolsek, Kapolres bahkan Kapolda Metro Jaya,” ucap oknum seperti ditirukan WYD.
Tindakan yang dilakukan oleh preman (MATEL) liar masuk kategori kekerasan, karena secara hukum sudah jelas aksi tersebut adalah perbuatan melanggar hukum dalam perkara fidusia. Seperti diatur dalam UU No. 42 tahun 1999, dan secara pidana umum aksi perbuatan tersebut dapat di jerat dengan Pasal 365, 368 jo Pasal 27 UU No. 22 tahun 2009 dan UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Maka pasal ini yang dapat diterapkan, yang hukumannya lebih berat.
Menurut hukum, penarikan kendaraan akibat kredit macet harus dilakukan melalui permohonan eksekusi ke pengadilan, penarikan kendaraan hanya dapat dilakukan jika ada jaminan fidusia dan surat tugas dari perusahaan pembiayaan, serta dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.
“Penarikan kendaraan secara paksa di jalan oleh MATEL tanpa dasar hukum yang jelas adalah tindakan melawan hukum,” kata WYD.
Mendengar perkataan preman tersebut WYD kaget dan bertanya dalam hatinya, bukankah Polisi seharusnya kerja sesuai tupoksinya, melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.
“Tapi malah sebaliknya membekingi aksi premanisme (MATEL) yang sudah meresahkan masyarakat,” ujarnya.
WYD sebagai warga dan praktisi hukum, juga para awak media berharap kepada seluruh jajaran kepolisian mulai dari Kapolsek Depok, Kapolres Depok sampai ke Kapolda Metro Jaya segera mengambil tindakan tegas. Yaitu memberantas aksi sadis yang dilakukan oleh preman (MATEL) yang sudah melanggar hukum dan sudah mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat umum Kota Depok. (Sukma/Red)