banner 728x250

Guru Besar Unair Minta Jokowi Tegas atas Isu Penundaan Pemilu

banner 120x600
banner 468x60

 Presiden Joko Widodo duduk di depan tenda usai memimpin
seremoni ritual Kendi Nusantara di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di
Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (14/3/2022).
Presiden Jokowi bersama lima gubernur di Pulau Kalimantan akan bermalam di
lokasi titik nol IKN Nusantara.(Antara Foto/HO/Setpres-Agus Suparto)

 

banner 325x300

Jakarta (kabar-nusantara.com) – Isu penundaan pemilu yang diusulkan sejumlah
petinggi partai politik masih bergulir di masyarakat. Menanggapi hal ini, Guru
Besar Ilmu Politik Unair Prof. Ramlan Surbakti mengatakan, penundaan (pemilu)
bertentangan dengan asas periodik pemilu. Dilansir dari laman kompas.com, Selasa (15/3/22)

 

“Seperti disebutkan dalam Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945,
pemilu diselenggarakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil setiap lima tahun sekali,” ucap Ramlan, dilansir dari laman
Unair, Selasa (15/3/2022).

 

Menurut dia, jika pemilu ditunda maka akan memperpanjang
masa jabatan presiden dan DPR. “Itu bertentangan dengan asas periodik atau
reguler,” jelas dia. Dia menuturkan, ketika masa jabatannya habis,
presiden dan wakil presiden tidak lagi memiliki legitimasi.

 

“Setelah 20 Oktober 2024, presiden dan wakil presiden
tidak punya kewenangan lagi untuk membuat keputusan, undang-undang, atau
APBN,” sebut dia.

 

Pakar Ilmu Politik Unair ini pun mengatakan, penundaan
pemilu mengingkari kedaulatan rakyat yang berhak menilai dan menuntut
akuntabilitas dari petahana. Dampaknya, dikhawatirkan akan terjadi banyak
protes dari masyarakat. Dalam hal ini, biaya yang dikeluarkan negara untuk
menghadapi protes-protes tersebut sangat mahal.

 

 “Mungkin lebih
mahal dari pemilu,” tegas dia.

 

Ketua KPU periode 2004-2007 ini menjelaskan, ada beberapa
pihak yang kontra dengan biaya pemilu yang akan datang, yaitu sebesar Rp 72
triliun. Akan tetapi, Ramlan mengungkapkan, biaya tersebut bukan pemborosan
jika melihat risiko delegitimasi presiden dan DPR.

 

“Itu hanya di atas kertas,” ujarnya.

 

 Imbasnya,
lembaga-lembaga negara yang pengangkatannya bergantung pada legitimasi presiden
dan DPR bisa lumpuh. Jika presiden dan DPR tidak lagi memiliki legitimasi maka
lembaga-lembaga yang ditunjuk, seperti BPK dan KPU, juga tidak berlegitimasi.

 

“Jadi kalau tidak ada pemilihan umum, roda organisasi
negara itu tidak bisa berfungsi dan harganya lebih mahal daripada pemilu,”
terang dia.

 

Dia berharap Presiden Jokowi bisa menegaskan sikapnya atas
isu penundaan pemilu sehingga masyarakat bisa lebih fokus ke hal-hal lain yang
lebih penting. Di lain sisi, terdapat isu pergantian konstitusi untuk
memperpanjang masa jabatan presiden atau membolehkan presiden dipilih untuk
tiga periode.

 

Dia menegaskan, tidak akan mudah mengganti konstitusi
sekadar untuk memperpanjang masa jabatan presiden.  “Kalau isunya itu saya kira tidak akan
lolos,” tutur dia.  (Penulis : Dian
Ihsan;  Editor : Dian Ihsan)

 

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul
“Guru Besar Unair Minta Jokowi Tegas atas Isu Penundaan Pemilu”, Klik
untuk baca:
https://www.kompas.com/edu/read/2022/03/15/134042271/guru-besar-unair-minta-jokowi-tegas-atas-isu-penundaan-pemilu.

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah
dan cepat:

Android: https://bit.ly/3g85pkA;  iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *