Kabar-nusantara.com, Balikpapan – Makam Pulau Tukung merupakan
salah satu makam di Balikpapan yang dikenal sebagai makam keramat oleh masyarakat.
Lokasinya di seberang pelabuhan Balikpapan. Peziarah yang datang ke
makam yang dikenal keramat ini, tidak hanya berasal dari Balikpapan namun juga
dari daerah-daerah lain luar Balikpapan.
Menurut cerita ulama setempat, yang bersemayam di makam ini merupakan
seorang ulama perempuan yang masih termasuk dzurriyyah (keturunan)
Rasulullah Muhammad SAW, bernama
Syarifah Maryam. Saat ini yang bertugas sebagai
penjaga makam adalah Hj. Mastia, setelah sebelumnya dijaga oleh almarhum Habib
Gasim bin Haji Ungkuk. Menurut kisahnya, dulunya makam tersebut berada di
tengah laut, namun kemudian di pindah ke daratan karena tempat itu diperlukan
pemerintah untuk pembangunan Pelabuhan.
“Di zamannya, Syarifah Maryam ini adalah penyebar Islam
pertama di Kalimantan Selatan dan Timur yang hidup ratusan tahun lalu,” kata KH. Syekh Mas’ud Husain Al-Hasani, ulama
kharismatik Kalimantan yang akrab disapa Guru Mas’ud saat dihubungi di
kediamannya {14/10}.
Syarifah Maryam ini lanjut Guru Mas’ud, seorang yang hafal Al-Qur’an
lengkap dengan makna dan keterangannya, sehingga dengan pemahaman agama yang
dia miliki, mengabdikan dirinya untuk berjuang menyebarkan islam di tanah
Kalimantan.
Saat itu beliau rela melakukan perjalanan dari
Banjar, Paser, Balikpapan sampai ke Kutai dengan mengendarai perahu atau kapal
kayu untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat setempat. Namun akirnya beliau
pun meninggal dalam sebuah kecelakaan laut dimana jenazahnya ditemukan warga di
tepi laut (pulau tukung) dan dimakamkan di lokasi tersebut. Karena kegigihannya
itu, akhirnya agama Islam bisa diterima oleh masyarakat Kalimantan.
Perjuangannya pun diteruskan oleh generasi penerusnya yang menjadi ulama-ulama
pejuang, termasuk diantaranya Datuk Palambayan (syekh Muhammad Arsyad
Al-Banjari). Beliau adalah generasi penerusnya.
Namun sayang lanjut Guru Mas’ud tidak banyak masyarakat yang
tahu tentang perjuangan Syarifah Maryam ini, sehingga mereka yang berziarah ke
makamnya pun tidak banyak. Makamnya berada di seberang pelabuhan laut Semayang
Balikpapan hanya berupa sebuah rumah
kecil di pinggir jalan.
“Kita patut berterima kasih dan bersyukur kepada beliau sehingga
Islam bisa berkembang di Kalimantan ini,” ujar Guru Mas’ud yang juga Ketua Umum
DPP Perhimpunan Rakyat Asli Kalimantan (Perak).
Guru Mas’ud pun menyarankan kepada pemerintah untuk memugar
kuburan tersebut dan mencarikan lokasi yang luas dengan tempat yang baru,
sehingga masyarakat peziarah yang datang berkunjung tidak terhambat, apalagi dengan kondisi tempat parkiran yang susah
seperti saat ini. Karena makam wali ini termasuk bukti sejarah tentang
pengembangan Islam di Kalimantan.
Guru Mas’ud pun mencontohkan dengan makam wali yang ada di
Martapura dan Jawa, dimana pemerintahnya memberikan akses dan tempat yang
luas untuk lokasi makam. Sehingga ribuan peziarah tiap bulanpun datang ke
lokasi tersebut, tentu kondisi demikian bisa mengangkat perekonomi masyarakat setempat,
bahkan bisa juga meningkatkan perekonomi daerah tersebut.
Lebih jauh dirinya mengingatkan bahwa menziarahi kubur bukan
berarti meminta sesuatu kepada ahli kubur, tetapi meminta itu hanya kepada
Allah SWT. Adapun dalam menziarahi kubur itu, kita mendoakan ahli
kubur supaya amal ibadahnya diterima disisi Allah SWT. Perlu diketahui sesuai
dengan syariat islam, bahwa roh itu tetap hidup meskipun jasadnya sudah masuk
kubur, dan mengetahui siapa yang mengirimkan doa untuknya. Maka kalau rohnya
orang alim, tentu akan mendoakan kembali dengan meminta kebaikan Allah SWT
untuk orang yang telah mendoakannya.
Menurut Guru Mas’ud, “menziarahi kubur adalah sebagai pengingat
bagi kita, bahwa suatu saat kita pun akan meninggal dan dikubur, karena itulah kita
semua harus menyiapkan amalan sebaik mungkin dari sekarang.” tuturnya mengakiri
perbincangan. (Andi)