Lhokseumawe (kabar-nusantara.com) – Kabar adanya praktik jual beli lembar kerja siswa (LKS) yang masih dilakukan sekolah di Kota Lhokseumawe disoroti oleh Ketua Lembaga Bantuan Hukum Iskandar Muda Aceh Kota, Rizal Saputra, SH, Lhokseumawe, Sabtu (22/1/22)
Rizal menyayangkan penyataan yang dilontarkan Kepala Bidang Pendidikan Dasar pada Dinas PK Kota Lhokseumawe, Abdul Malek yang membolehkan praktik jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah dengan dalih kesepakatan wali murid, penyataan itu jelas bertentangan dengan Peraturan.
Larangan ini bukan tanpa dasar. Rizal menjelaskan, melalui Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2010 pasal 181 yang menerangkan bahwa pendidik, tenaga kependidikan dan komite sekolah di satuan pendidikan, baik perseorangan maupun kolektif dilarang melakukan kegiatan pengadaan atau menjual buku termasuk lembar kerja siswa (LKS) di setiap satuan pendidikan, perlengkapan pelajaran, bahan pelajaran serta pakaian seragam di tingkat pendidikan.
“Berdasarkan pasal itu saya rasa sudah jelas ya. Jadi kepala sekolah, guru, maupun karyawan di sekolah itu sama sekali tidak boleh menjual buku-buku maupun seragam di sekolah,” tandasnya.
Dilansir dari Pikiran-rakyat.com Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pernah menegaskan, praktik jual beli lembar kerja siswa (LKS) yang dilakukan pihak sekolah dan biasanya bekerja sama dengan penerbit atau pihak ketiga lainnya merupakan pungutan liar. Pasalnya, jual beli LKS telah melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 75/2016 tentang Komite Sekolah Pasal 12 ayat 1.
“Menurut saya dengan adanya rambu rambu hukum dalam transaksi jual beli buku LKS dan sejenisnya, maka apapun alasannya tidak di perbolehkan adanya transaksi jual beli LKS dan buku yang sejenisnya di lembaga pendidikan terutama SD dan SMP,” ucap Rizal Saputra, SH Ketua Lima Lhokseumawe.
Bila terbukti adanya paksaan, menurut Rizal, itu sudah pidana pungli karena mewajibkan peserta didik untuk membeli LKS, itu bisa dikenakan pasal 368 KUHP, dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
Untuk menindak lanjuti permasalahan praktik jual beli LKS tersebut, pihak Lembaga Bantuan Hukum Iskandar Muda Aceh (LIMA) akan segera menyurati DPRK Lhokseumawe agar membuat pertemuan dengan Dinas Pendidikan kota Lhokseumawe untuk membahas permasalahan adanya jual beli LKS disekolah dasar Kota Lhoseumawe dan pernyataan Kabid Dikdas yang dinilai mengangkangi aturan.
Dia memastikan apabila nantinya sikap yang diambil Dinas Pendidikan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku pihaknya akan melakukan langkah hukum. Akan tetapi Rizal menyebut pihaknya akan menempuh upaya klarifikasi terlebih dahulu.
Sebelumnya, beberapa wali murid di Kota Lhokseumawe mengeluhkan praktek jual beli LKS oleh guru dan wali kelas. LKS yang merupakan alat penunjang pembelajaran bagi siswa harus dibeli oleh murid sekolah. Hal itu dinilai memberatkan bagi wali murid, apalagi ekonomi yang sulit di masa pandemi Covid-19.
Praktek jual beli LKS ini seperti diakui seorang wali murid SDN 12 Banda Sakti, disebutkan, wali kelas membagikan 5 LKS kepada siswa. Wali murid diminta membayar Rp.60.000 untuk 5 LKS. Di sekolah ini jumlah murid mencapai 300 siswa, jika dikalkulasi para pihak yang menjual LKS akan memperoleh omzet hingga Rp.18.000.000,-
Hal yang sama juga diakui salah seorang wali murid lainnya dari SDN 4 Banda Sakti. Anaknya yang masih sekolah di kelas II diwajibkan membeli 6 LKS kepada guru atau wali kelas dengan biaya Rp.75.000,- Di sekolah ini jumlah murid 400 siswa dengan estimasi hasil penjualan sebesar Rp30.000.000,-
“Padahal kan sudah ada buku ajar yang dibeli dari dana BOS, atau kita minta pihak terkait untuk memeriksa sekolah-sekolah apakah mereka memiliki buku ajar seperti yang dilaporkan setiap penggunaan dana bos,” ujar wali murid yang juga pegiat LSM, Tri Nugroho. (M Zubir)