Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Sumber: Akun Twitter Hamdan Zoelva, 2022. |
Jakarta (kabar-nusantara.com) – Wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024
yang dilontarkan elit partai politik (parpol) dinilai oleh mantan hakim
konstitusi periode 2008-2015, Hamdan Zoelva merampas hak rakyat. Dalam akun Twitternya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
mengatakan, Penundaan Pemilu 2024 mnurut nya “Merampas hak rakyat,” Dilansir dari
laman madurapers.com, Selasa (1/3/2022).
Pasal 22E UUD 1945 Pemilu dilaksanakan sekali dalam 5 tahun.
Kalau ditunda, harus mengubah ketentuan tersebut, berdasarkan mekanisme Pasal
37 UUD 1945. “Dari segi alasan tidak ada alasan moral, etik, dan demokrasi
menunda Pemilu (Pemilu 2024, red.), “ujar Hamdan.
Menurutnya, lebih lanjut, bahkan dapat dikatakan merampas
hak rakyat memilih pemimpinnya 5 (lima) tahun sekali. Tapi kalau dipaksakan dan
kekuatan mayoritas MPR setuju, siapa yang dapat menghambat. Putusan MPR formal
sah dan konstitusional. Soal legitimasi rakyat urusan lain.
Namun, masalah selanjutnya jika Pemilu ditunda untuk 1-2
tahun, siapa yang jadi presiden, anggota kabinet (Menteri), dan anggota DPR,
DPD dan DPRD seluruh Indonesia? Hal ini
karena masa jabatan mereka (pejabat eksekutif dan legislatif tersebut, red.)
semua berakhir pada September 2024.
UUD 1945 tidak mengenal pejabat presiden. Hanya menurut
Pasal 8 UUD 1945 jika presiden dan wapres, mangkat, berhenti, diberhentikan
atau tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan, pelaksana tugas
kepresidenan dilakukan oleh Mendagri, Menlu dan Menhan.
Tetapi itu pun tetap jadi problem, karena jabatan Mendagri,
Menlu, dan Menhan berkahir dengan berhenti atau berakhirnya masa jabatan presiden
dan wapres yang mengangkat mereka, kecuali MPR menetapkannya lebih dahulu
sebagai pelaksana tugas kepresidenan.
Berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, menurutnya MPR dapat saja
mengangkat presiden dan wapres menggantikan presiden-wapres yang berhenti atau
diberhentikan, sampai terpilihnya presiden dan wapres hasil Pemilu.
MPR memilih dan menetapkan salah satu dari dua pasangan
calon presiden dan wapres yang diusulkan parpol atau gabungan parpol, yang
pasangan capresnya memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pemilu. Dalam
kondisi seperti ini siapa saja dapat diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol
menjadi pasangan calon presiden dan wapres, tidak harus presiden yang sedang
menjabat.
Tetapi masalahnya, menurutnya tidak berhenti di situ, siapa
yang memperpanjang masa jabatan anggota MPR (DPR-DPD)dan DPRD? Padahal semuanya
harus berakhir pada 2024, karena mereka mendapat mandat terpilih melalui
Pemilu. Untuk keperluan tersebut, menurutnya ketentuan UUD (UUD 1945, red.)
mengenai anggota MPR pun harus diubah, yaitu anggota MPR tanpa melalui pemilu
dan dapat diperpanjang.
Lalu, siapa yang perpanjang, juga jadi persoalan. Jika
dipaksakan dapat dilakukan oleh presiden atas usul KPU. Tetapi sekali lagi UUD
terkait anggota MPR harus diubah dulu. Maka untuk memuluskan skenario penundaan
Pemilu dan perpanjangan masa jabatan, harus ada Sidang MPR untuk mengubah UUD,
SI MPR memberhentikan presiden-wapres dan mengangkat Presiden dan Wapres
sebelum masa jabatan mereka berakhir.
Problem lain, katanya muncul karena banyak DPRD se-Indonesia
yang sudah berkahir masa jabatannya pada Juli-Agustus-September 2024, yang
berarti semua agenda skenario harus selesai pada Agustus- September 2024. Tetapi
pertanyaannya kembali, apa mungkin presiden diangkat kembali sebelum mereka
berhenti secara bersamaan?
Karena MPR hanya berwenang mengangkat presiden dan wapres
jika presiden dan wapres secara bersamaan berhenti. Maka jalan keluarnya,
berhentikan dulu presiden dan wapres sebelum masa jabatannya berakhir.
Merujuk ketentuan UUD 1945 tidak ada dasarnya MPR begitu
saja memberhentikan presiden dan wapres tanpa alasan. Kecuali mereka berhenti
bersamaan karena mengundurkan diri, berhenti atau diberhentikan karena
melakukan pelanggaran hukum menurut Pasal 7B UUD 1945.
Jadi, menurut Hamdan persoalan begitu sangat rumit, maka
jangan pikirkan penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan itu. Hal ini
karena hanya cari-cari masalah yang menguras energi bangsa yang tidak perlu.
Jalankan yang normal saja, negara aman-aman saja.
“Lagi pula, skenario penundaan Pemilu merampas hak rakyat
menentukan pemimpinnya setiap 5 tahun sekali, “tutur Budi, panggilan akrab
Hamdan Zoelva
Sumber: https://madurapers.com/2022/03/01/mantan-ketua-mk-penundaan-pemilu-rampas-hak-rakyat/