Opini  

Menumbuhkan Minat Belajar

Pembiasan belajar murid dengan mengkreasi materi secara mendalam perlu dibiasakan secara berkelanjutan. (foto: Dwi)

(Kabar Nusantara) – Tempo hari, ketika penulis memberikan materi pangayaan kepada peserta didik pasca mereka mengikuti Asesmen Sumatif Akhir Jenjang, nampak wajah mereka kelelahan dan antusisiasmenya tidak bergairah. Sebagai guru, penulis terus melakukan refleksi faktor penyebab dan akar permasalahannya. Dalam kesempatan diskusi, peserta didik pun mengku dengan jujur, bahwa mereka melakukan strategi belajar dengan sistem kebut semalam alias dadakan.

Fenomena tersebut, tentunya banyak terjadi di banyak sekolah sebagai satuan pendidikan. Di tengah banjir informasi saat ini, mereka lebih banyak tertarik pada gawainya yang menyediakan ragam pilihan konten menarik, ketimbang membaca ataupun belajar materi yang diberikan oleh gurunya.

Apabila ditelisik lebih mendalam, sejatinya belajar merupakan aktualitas diri sebagai habituasi yang harus dibumikan pada pribadi masing-masing peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang. Bagi peserta didik belajar merupakan kewajiban yang perlu dibiasakan terus menerus, bukan merupakan paksaaan yang mengekang kebebasannya. Hal itu perlu dicermati dan dipahami secara komprehensif.

Kontinuitas belajar yang tidak instan perlu dibangun. Bila belajar hanya instan atau memental pada saat ada assesmen tentunya hasilnya tidak akan optimal. Kalau hal tersebut dilanggengkan, niscasya tujuan pembelajaran tidak tercapai, karena hanya mengenal materi dalam tempo singkat. Sudah dipastikan banyak menguap atau raib seperti awan tertiup angin kencang.

Perubahan tingkah laku

Pada dasarnya belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya stimulus dan respon. Implikasinya lebih jauh, belajar sebagai wujud deformasi pola pikir dan perilaku yang dialami oleh peserta didik dalam hal kapabilitasnya untuk bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil antara stimulus dan respon yang dimiliki masing-masing pibadi, (Asri Budiningsih, 2012).

Sebagai contoh, peserta didik belum dapat mengenal gerak dasar seni tari. Mereka sudah memperhatikan materi dengan seksama, gurunya pun sudah memberi materi dengan totalitas, namun jika peserta didik belum dapat mempraktikkan gerak dasar seni tersebut, mereka dapat diasumsikan belum dianggap belajar total, karena dalam dirinya belum menunjukan perubahan signifikan sebagai hasil belajar.

Pada prinsipinya belajar akan dapar efektif apabila peserta didik mampu melakukan cara-cara belajar sebagai habituasi atau pembiasaan sehari-hari. Belajar merupakan kebutuhan yang dapat dijadikan parameter untuk mencapai tujuan sebagaimana diharapkan. Seperti mencermati ekplanasi materi dari guru, kritis dalam bertanya, jeli dan piawai dalam memformulasikan materi, tajam dalam melakukan refleksi pada akhir pembelajaran, dan berbagai aktivitas positif lainnya.

Sudah menjadi pembiasaan, ketika penulis mengajar materi, peserta didik diwajibkan untuk menyiapkan minimal tiga pertanyaan sesuai dengan konteks materi. Mereka yang mampu membuat pertanyaan kritis atau memiliki pandangan berbeda, serta menyimpulkan materi akan mendapat reward sebagai apresiasi dari usaha yang sudah dilakukan.

Hambatan belajar

Sebagaimana orang berjalan, belajar pun tentunya bagi peserta didik tidak semulus seperti yang diharapkan. Ada dinamika yang menyertai dalam proses yang dilalui. Seperti hambatan-hambatan yang sering dijumpai, baik itu hambatan internal maupun eksternal. Faktor internal mencakup ranah intelektual seperti bakat, kecerdasan, antusiame, motivasi, kondisi dan keadaan fisik yang menyertai. Sedangkan faktor eksternal meliputi kondisi sosial, seperti lingkungan sekitar, kondisi ekonomi kelurga, lingkungan sekolah, dan komunitas sekitar yang satu sama lain saling memengaruhi.

Dari berbagai hambatan tersebut apabila tidak diantisipasi tentunya akan berimbas dari hasil belajar mereka. Untuk itu guru dan juga orang tua di rumah dapat menjadi fasilitor agar anak-anak yang baru tumbuh tersebut dapat mengatasi dan mencari solusi terbaik agar belajar mereka dapat efektif juga efisien.

Pendampingan guru di sekolah baik kolektif maupun individual sangat diperlukan agar peserta didik dapat memahami materi. Sudah jamaknya, kadang banyak peserta didik enggan menanyakan materi yang kurang dipahami di dalam kelas. Oleh karena itu, guru perlu lebih tanggap memberi ruang bagi mereka dalam konsultasi personal, agar materi dapat tersampaikan dan diterima dengen efektif oleh peserta didik.

Sedangkan orang tua di rumah perlu melakukan pendampingan kepada anak-anak dalam belajar. Pendampingan tidak terkait dengan teknis materi, namun upaya untuk menemani anak-anak saat jam-jam belajar serta menciptakan suasana kondusif di rumah. Bukan malahan,menonton televisi saat jam belajar. Lingkungan kondusif sangat dibutuhkan untuk anak-anak belajar dengan nyaman dan menyenangkan, terlebih didampingi orang tuanya.

Untuk itu stategi belajar efektif dan efisien kiranya perlu menjadi pegangan agar tujuan belajar tersebut dapat tercapai. Adapun belajar efektif merupakan suatu metode belajar yang diharmonikan oleh keadaan fisik atau personal peserta didik, baik dari perspektif metode belajar, penggunaan tempat belajar, juga waktu belajar yang harus dioptimalkan setiap harinya.

Lain halnya dengan belajar efisien, belajar dengan sistem ini merupakan cara belajar yang meminimalisir usaha belajarnya atau mereduksi waktu belajar namun optimal dalam hasil akhir atau tujuan yang ingin dicapai. Kiranya formula belajar efektif dan efisien tersebut perlu diekplanasikan dalam ranah implementasi. Seperti mengulang materi di rumah. Habituasi mengulang dan membaca materi dari guru sepulang sekolah perlu lebih dioptimalkan. Termasuk mengerjakan tugas tepat waktu, sebagai wujud dari kedisiplinan dalam belajar. Dengan membaca dan mengulang materi, secara alami materi akan dipahami, bukan hanya sekadar dihafalkan.

Dengan demikian di era digitalisasi ini, para guru perlu terus memberi stimulasi moral, minat belajar sepanjang hayat untuk terus belajar sepanjang hayat agar tunas-tunas muda ini tumbuh dengan kepribadian yang utuh untuk menyongsong masa depannya dengan penuh keceriaan. Pada gurulah sumber inpirasi dan pencerahan tersebut muncul sebagai wujud dari nilai keutamaan.

Inspirasi guru sangat dibutuhkan peserta didik saat ini, agar mereka tumbuh minat maupun motiasinya untuk terus belajar tanpa mengenal lelah apalagi putus asa. Apabila minat belajar tersebut terus bertumbuh, pola pikir dan pola tindak mereka akan terus terasah, sehingga akan menuai kecerdasan. Hal tersebut tentunya sangat relevan dengan salah satu program Sapta Cipta Pemerintah Kabupaten Magelang untuk mewujudkan peseta didik pandai dalam menempuh ilmu di sekolah (pinter sekolah bocahe). (*)

Penulis:
Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang
Alumnus ISI Yogyakarta dan Magister Pendidikan
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *