Mewacanakan Hasrat Tiga Priode Jabatan Presiden Tak Punya Rasa Malu

Oleh: Jacob Ereste,  aktivis buruh, 
berkantor di Jl. Ir. H.  Juanda No. 4 Jakarta Pusat

Sungguh tidak lagi punya rasa malu dan tak memiliki akal sehat siapapun di negeri ini yang mengusulkan atau menggiring dan mewacanakan agar jabatan Presiden RI bisa diperpanjang  sampai tiga periode. Karena hanya akal licik dan busuk mereka yang menginginkan perpanjangan jabatan Presiden seperti itu untuk terus berlanjut, sungguh tak tahu diri dan tak tahu malu. 

Sebab bagi rakyat, pergantian rezim penguasa adalah harapan adanya perubahan menuju perbaikan yang lebih baik dan tidak cuma sekedar menjanjikan masa depan yang cerah.

Perubahan itu tak hanya terhadap sistem, tetapi juga berikut semua  penyelenggara negara yang brengsek. Tidak punya etika, tidak bermoral dan tidak memiliki akhlak, sehingga komitmen berbangsa dan bernegara semakin jauh tujuan utama UUD 1945 dan Pancasila. 

UUD 1945 yang sudah remuk redam diacak-acak secara bertahap dan sistematis dengan cara amandemen itu, kondisinya sekarang sama seperti tercongkel ruh Pancasila dari semua silanya yang ada. Mulai dari menjalankan ajaran dan tuntuntan agama, kemanusian yang justru semakin tak berabad, hingga persatuan yang dibuat tercabik-cabik sampai budaya musyawarah mufakat yang sama sekali  tak tercermin dalam memutuskan segala sesuatu, termasuk UU Cipta Kerja yang tidak terbukti bisa mengatasi masalah pengangguran, tapi justru memberi peluang pada angkatan kerja asing.

Lalu KUHP yang dipaksakan juga itu sampai perlu disergah oleh PBB karena pongahnya DPR RI yang semena-mena memgesahkan RKUHP menjadi KUHP. Jadi jelas tidak malunya DPR RI itu seperti tidak malu untuk tetap mengatas namakan rakyat, padahal rakyat sendiri jelas  menolak produk hukum yang disahkan secara paksa itu.

Begitulah tragisnya warga bangsa Indonesia, ketika ada sejumlah manusia  yang tidak memikiki rasa malu, sampai DPR RI merasa perlu disergah oleh lembaga internasioal (PBB)  yang sangat mengkhawarirkan praktek demokrasi di Indonesia cuma  omong- kosong belaka, seperti UUD 1945 dan Pancasila yang cuma jadi asesoris itu. 

Kecuali itu Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) mengklaim hingga patut memberi pembinaan terhadap ideologi bangsa, sosok  para pembinanya sendiri tidak jelas bisa memberi  jaminan lebih Pancasilais dari warga bangsa Indonesia yang lain. Dan pekerjaannya pun tidak jelas, kecuali untuk bagi-bagi jabatan dan pembagian dana semacam pembungkaman.

Sentilan Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) terhadap Bambang Soesatyo yang genit mewacanakan jabatan Presiden tiga periode jelas itu pengkhianatan terhadap konstitusi (UUD). Bayangkan, hanya dengan merujuk hasil survey Poltracking Indonesia — yang juga tak jelas itu, karena mengklaim 73,2 persen publik puas terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin,  djadikan sandaran, sikap seperti itu bisa disebut penjilat. 

Atau adanya hasrat untuk ikut menikmati kekisruhan dalam tata negara Indonesia yang semakin kacau. Sebab dampak ikutannya jika jabatan Presiden diperpanjang, itu artinya legislatif dan yudikatif pun jadi panggah,  menikmati masa penderitaan dan kesengsaraan rakyat Indonesia yang semakin  dibebabani berbagai pajak.  

Artinya, untuk membenahi negeri   ini memang harus ada perubahan besar, jika tidak bisa disebut revolusi, minimal reformasi besar-besaran di semua lembaga pemerintah – bila tidak derai dan derita rakyat tidak akan pernah dapat dibenahi.

Dukungan Polri untuk ikut memberantas korupsi di Indonesia jadi semakin menunjukkan sikap yang naib. Polri terkesan hanya menjadi aktor pendukung upaya memberantas korpsi di Indonesia. Artinya, bisa dipahami bahwa Polri sudah sepenuhnya  melepaskan diri dari tugas utamanya untuk meringkus semua korupsi di Indonesia yang telah diambil alih oleh KPK, sehingga keberadaan KPK  semakin leluasa melakukan segala urusan yang berkaitan dengan para Koruptor.

Bupati Bangkalan bersama lima orang Kepala Dinas Kabupaten Bangkalan ditangkap KPK  atas kasus suap lelang jabatan. (Tinta Infornasi.Com). Lewat akun  Istigram resmi Kapolri, yaitu @listyosigitprabowo menyampaikan bahwa peringatan hari antikorupsi sedunia merupakan salah satu cara menumbuhkan kesadaran setiap orang terhadap dampak buruk korupsi. Sementara disebelah sana, KPK – lagi-lagi – menetapkan dua Hakim Agung sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengururan perkara.

Pesan Syarifudin pun menjadi terkesan lucu terhadap KPK yang meringkus dua anak buahnya, agar KPK tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah, kiranya di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan kepada wartawan seusai Memperingati Hari Anti Korupsi, Jum’at, 9 Desember 2022.

Pesan Syarufudin ini terkesan sangat takut pada KPK tidak akan melaksanakan azas praduga tak bersalah dalam mengusut kasus dugaan suap kedua anak buahnya. Jadi, jika sudah begitu kecurigaan adanya, masihkah ada pejabat yang dapat dipercaya sebagai  penyelenggara negara maupun pemerintah di negeri ini yang masih bisa dipercaya ?

Banten, 11 Desember 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *