Kabar Nusantara – Sebagaimana diketahui pemerintah beberapa tahun lalu telah menggemakan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental. Landasan hukum PPK adalah Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Dalam imlementasinya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, menetapkan tiga pendekatan PPK, yaitu pendidikan karakter berbasis kelas, budaya sekolah, dan komunitas atau keluarga. Tiga pendekatan ini sesungguhnya ingin mengembalikan jiwa dan roh pendidikan yang sudah dicanangkan oleh Ki Hajar Dewantara dengan menggemakan kembali pentingnya kolaborasi antara keluarga (orang tua), sekolah, dan masyarakat. Adapun tiga basis pendidikan karakter itu sampai saat ini masih relevan untuk diimplementasikan.
Untuk pendidikan karakter berbasis komunitas memberikan ruang partisipasi lebih luas pada konsep pelibatan publik dalam pendidikan. Publik di sini yang dimaksud adalah komunitas, organisasi, masyarakat luas, lembaga pemerintahan, dan nonpemerintahan. Pelibatan publik dalam pendidikan merupakan sinergi dari tri pusat pendidikan sebagaimana digagas oleh Tokoh Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara.
Adanya proses dialog yang aktif dan partisipatif akan menjadi sarana transformasi pendidikan di seluruh tingkat, mulai dari praksis pendidikan di unit sekolah hingga kebijakan pendidikan di tingkat Dinas Pendidikan. Proses reformasi pendidikan seperti ini terjadi karena setiap pihak dan pemangku kepentingan di setiap tingkatan memiliki tugas dan peranan yang khas.
Adapun pelibatan publik dalam ranah pendidikan perlu diimplementasikan agar bisa berjalan efektif. Implikasinya bukan hanya sekadar pelibatan semata, melainkan sebuah pelibatan publik yang efektif dalam rangka perubahan kebijakan pendidikan setelah mendengarkan masukan, usulan, dan rekomendasi dan berbasis data dan bukti-bukti di lapangan dari masyarakat. Jadi tujuan pelibatan publik bukan sekadar kumpul-kumpul bersama, melainkan untuk mengawal kebijakan pendidikan secara terbuka, transparan, dan akuntabel dengan menghargai partisipasi aktif setiap warga negara dalam mengelaborasikan pendidikan nasional.
Selain itu, model komunikasi dan pelibatan di berbagai level mulai dari yang paling bawah perlu dikelola dan dikanalisasi dengan baik. Sebagaimana masukan orang tua ke sekolah sampai ke jenjang paling tinggi di tingkat kebijakan pendidikan nasional. Mekanisme manajemen sistem informasi dan komunikasi timbal balik dalam rangka pengelolaan dan tindak lanjut isu-isu bersama yang menjadi keprihatinan publik sesuai dengan kebutuhan di setiap level juga perlu diperhatikan (Doni Koesoema A., 2018).
Level pelibatan publik
Untuk mengoptimalkan pelibatan publik dalam pendidikan kiranya perlu memetakan peranan masing-masing pelaku, mulai dari masyarakat umum, sampai pejabat pemerintahan di setiap jenjang pelibatan publik. Hal ini bertujuan agar masyarakat bisa mengetahui posisi keterlibatan mereka secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka pengembangan kebijakan pendidikan. Secara umum terdapat tiga level pelibatan masyarakat dalam pendidikan.
Pertama, satuan pendidikan atau sekolah. Pelibatan publik dalam level ini merupakan keterlibatan dan partisipasi langsung masyarakat dalam pengelolaan dan penentuan kebijakan pendidikan di sekolah. Pelaku utama tidak lain adalah orang tua murid. Mereka merupakan pelaku utama yang menjadi partner sekolah dalam rangka pembentukan karakter dan pengembangan pendidikan. Dengan demikian, setiap orang tua murid memiliki tugas dan tanggung jawab dalam membangun kolaborasi dengan sekolah demi keberhasilan belajar putra-putri mereka.
Keterlibatan orang tua dalam pendidikan putra-putri mereka dapat memengaruhi pengambilan kebijakan pendididikan di sekolah. Bisa dikatakan, pelibatan publik paling autentik bagi masyarakat ada pada level ini. Di sekolah inilah orang tua langsung berjumpa dan bertemu dengan para pengambil kebijakan pendidikan di satuan pendidikan yang memengaruhi kehidupan putra-putri mereka. Orang tua dapat langsung merasakan dampak dan akibat dari kebijakan pendidikan yang diputuskan oleh sekolah.
Namun, selain orang tua, ada beberapa pelaku lain yang dapat diidentifikasikan pada level ini yang juga memiliki peranan penting dalam peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Mereka adalah masyarakat sekitar lingkungan sekolah, tokoh masyarakat, dan alumni sekolah. Masyarakat sekitar lingkungan sekolah di antaranya adalah seniman, budayawan, olahragawan, sastrawan, dan tokoh masyarakat misalnya tokoh agama, ketua adat, ketua RT/RW, dan lain-lain.
Masyarakat di sekitar lingkungan sekolah bisa menjadi partner dalam mengembangkan kolabarorasi antara sekolah dengan masyarakat yang sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan karakter peserta didik. Berbagai macam kegiatan yang dilakukan oleh sekolah semestinya melibatkan peranan masyarakat sekitar sehingga masyarakat sekitar merasakan ikut memiliki sekolah. Selanjutnya dengan sukarela mau membantu mendukung program-program sekolah dalam rangka pembentukan karakter murid dan peningkatan kualitas pendidikan secara umum.
Di samping itu, alumni memiliki peranan yang sangat besar dalam peningkatan kualitas pendidikan. Sebagai bagian dari almamater, alumni memiliki tanggung jawab untuk membantu mengembangkan sekolah dengan berbagai macam cara yang bisa mereka lakukan. Sekolah yang baik memiliki organisasi alumni yang professional. Jaringan organiasi alumni yang baik memiliki keprihatinan dan perhatian pada pengembangan pendidikan di almamaternya. Alumni juga bisa menjadi partner efektif dalam rangka pembentukan karakter dan peningkatan kualitas pendidikan di unit sekolah.
Bila pelibatan publik sudah dimaksimalkan, yang perlu diperhatikan kemudian adalah mekanisme pelibatan publik. Mekanisme yang dimaksud di sini adalah tata cara, proses, dan alur informasi serta komunikasi sehingga terjadi relasi resiprokal antara sekolah, orang tua, anggota masyarakat, dan alumni. Mekanisme kontrol untuk mengetahui progres kebijakan pendidikan di lingkungan sekolah pun juga perlu dibuat agar masyarakat, terutama orang tua, selalu dapat memperolah informasi terkini tentang pengembangan pendidikan karakter putra-putri mereka yang dilakukan oleh sekolah.
Alur informasi usulan dan pengambilan keputusan pendidikan di tingkat sekolah umumnya dilakukan oleh Komite Sekolah. Peran Komite Sekolah merupakan wadah untuk menyampaikan aspirasi dan harapan masyarakat atau orang tua peserta didik terkait perkembangan pendidikan kepada pihak sekolah.
Pengolahan usulan dan masukan masyarakat ini ditanggapi secara aktif oleh pihak sekolah, kemudian dikomunikasikan kembali kepada orang tua peserta didik. Dengan demikian, Komite Sekolah menjadi jembatan yang menghubungkan harapan dan inspirasi sekolah ke orang tua dan sebaliknya. Melalui mekanisme seperti ini pelibatan publik yang aktif dan efektif bisa terealisasikan.
Terlebih lagi saat peran Komite Sekolah sangat signifikan bukan hanya pelengkap penderita seiring dengan terbitnya Permendikbud No. 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Regulasi tersebut bisa menjadi rambu-rambu untuk meningkatkan peran serta dan partisipasi Komite Sekolah bagi peningkatan kualitas pendidikan, termasuk evaluasi atas kinerja sekolah.
Pelibatan publik pada level sekolah pada intinya ingin melokalisir persoalan-persoalan pendidikan pada level yang paling kecil sehingga berbagai macam persoalan pendidikan yang muncul di satuan pendidikan dapat dipecahkan dan diselesaikan dengan cara sebaik-baiknya yang dapat mengakomodasi kepentingan bersama.
Kedua, level Dinas Pendidikan. Pelibatan publik pada level kabupaten/kota/provinsi lebih berfokus pada partisipasi publik pada desain dan supervisi kebijakan pendidikan di tingkat kabupaten/kota/provinsi. Publik perlu terlibat karena tidak selamanya persoalan yang mereka temukan di sekolah terjadi karena struktur, sistem, atau kebijkan sekolah.
Secara struktural, sudah ada lembaga independen yang menjadi pengawas dan mediator pengembangan pendidikan di tingkat daerah dan nasional. Pada tingkat nasional, keberadaan Dewan Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota sudah diaatur dalam UU Sisdiknas 2003. Pembentukan Dewan Pendidikan tersebut merupakan representasi berbagai macam pemangku kepentingan di satuan pendidikan yang dapat menjadi wadah penyaluran peran dan partisipasi masyarakat.
Untuk itu mekanisme komunikasi dan pembagian informasi sangat diperlukan untuk melihat sejauh mana pemerintah daerah tanggap terhadap usulan dan masukan dari publik. Hal ini menjadi tugas pemerintah daerah untuk mengembangkan mekanisme komunikasi, transparansi informasi, dan akuntabilitas kebijakan pendidikan kepada masyarakat dalam peningkatan kualitas pendidikan. Salah satunya dengan pemberdayaan peran Dewan Pendidikan.
Pelibatan masyarakat di level Dinas pendidikan menjadi sangat penting karena anggaran pendidikan banyak yang ditransfer ke daerah melalui kebijakan otonomi daerah. Masyarakat bisa berpartisipasi dalam mengawal kebijakan pendidikan di daerahnya masing-masing. Pengalihan langsung anggaran pendidikan dari pusat ke daerah memberikan peluang dan tantangan lebih besar bagi masyarakat untuk sungguh dapat mengawal berbagai macam kebijakan daerah agar efektif dan tepat sasaran.
Ketiga, level Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Publik juga bisa berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan di tingkat nasional, yaitu di tingkat Kementerian, apabila pokok persoalan yang sedang dibahas dan model partisipasi yang ada terkait dengan kebijakan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Partisipasi di tingkat nasional ini penting karena sering kali ditemukan berbagai macam persoalan di tingkat sekolah maupun di daerah yang bersumber dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh Kementerian, atau terkait dengan tatanan perundang-udangan yang lebih tinggi.
Penentuan kebijakan pendidikan berupa Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah seharusnya diluncurkan setelah menerima masukan dan informasi dari publik tentang pokok persoalan yang dibahas. Mungkin selama ini Pemerintah dalam membuat Permendikbud sudah berkonsultasi atau meminta masukan dan tanggapan dari masyarakat tetapi sering kali publikasi atas kegiatan ini tidak terjadi sehingga masyarakat merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Beberapa pelaku utama yang dapat terlibat di sini adalah Dewan Pendidikan dari tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Juga bisa dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki perhatian pada pendidikan nasional, organisasi profesi guru, lembaga-lembaga pemerintahan dan nonpemerintahan, dunia usaha, dunia industri, dan berbagai macam pelaku pendidikan yang memiliki relevansi dengan kebijakan pendidikan nasional.
Pada level ini juga perlu dibuat mekanisme alur transparansi informasi. Jalur komunikasi informasi perlu dikanalisasi dan partisipasi publik dikelola dan dipertimbangkan. Perlu ada kanalisasi dan komunikasi informasi secara transparan dan akuntabel yang bisa selalu diakses oleh publik sehingga masukan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat sungguh telah diterima oleh Kementerian beserta jajaran di bawahnya.
Ekosistem pendidikan demokratis
Eksplanasi tiga level keterlibatan beserta para pelaku di dalamnya menjadi dasar terbentuknya ekosistem pendidikan yang demokratis dan partisipatif dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional. Adapun tujuan pendidikan nasional akan tercapai bila terdapat sinergi dan kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan unit sekolah dalam rangka pengembangan pendidikan. UU Siskdiknas 2003 juga menegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan akan lebih efektif bila didukung sistem berbagi kekuasaan (power sharing) antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan.
Sedangakan partisipasi publik dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan secara teknis telah diatur dalam Pasal 188 ayat 2 dalam PP Nomor 17 tahun 2010 yang menegaskan bahwa publik dapat memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada pemangku kepentingan pendidikan pada umumnya. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu takut dalam memberikan kritik dan saran yang solutif kepada pemerintah agar tujuan pendidikan dapat tercapai sesuai harapan.
Dalam konteks keterlibatan publik ini, pemerintah sudah memiliki pelaku aktif yang selama ini telah masuk di dalam stuktur sistem pendidikan nasional dan eksistensinya dijamin undang-undang. Lembaga tersebut di antaranya Dewan Pendidikan dari level nasional sampai kabupaten/kota. Lembaga-lembaga ini merupakan lembaga independen yang menjadi mitra pemerintah dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan
Tinggal sekarang dalam tataran praksis lembaga-lembaga tersebut diuji professionalitasnya. Kapabilitas dalam pro aktif menggali berbagai kasus pendidikan yang muncul di ranah publik maupun kemampuan untuk memberikan advokasi sangat ditunggu oleh masyarakat. (*)
Penulis:
Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.
Guru Seni Budaya
SMK Wiyasa Magelang
Alumnus ISI Yogyakarta dan
Magister Pendidikan UST Yogyakarta