Jakarta (kabar-nusantara.com)
– Sarekat Dagang Islam atau SDI berdiri pada tahun 1911. Tujuan dibentuknya
organisasi ini adalah untuk melindungi pedagang muslim, khususnya pedagang
batik, dari kebijakan Belanda yang mengutamakan keuntungannya sendiri.
Siapakah pendiri Sarekat Dagang Islam? Mengutip dari buku Buku Pintar Mengenal Pahlawan Indonesia karya Suryadi
Pratama, Kyai Haji Samanhudi merupakan tokoh pendiri Sarekat Dagang Islam. Samanhudi
dengan nama kecil Sudarno Nadi ini dilahirkan di Surakarta pada tahun 1868.
Dilansir dari laman detik.com selasa (7/12/2021)
Samanhudi kecil ternyata memiliki latar belakang yang menarik. Kisahnya ini
pula yang menjadi landasan baginya untuk membentuk organisasi SDI.
ternyata pendidikan Samanhudi hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). Bahkan,
buku Nama & Kisah Pahlawan Indonesia dari masa VOC, Belanda, Jepang, hingga
masa Pembangunan menyebut, ia tidak sampai tamat menempuh pendidikan dasarnya.
“Pendidikan Samanhudi hanya sampai sekolah dasar, itu pun tidak
tamat,” tulis Angga Priatna dan Aditya Fauzan Hakim dalam buku Nama &
Kisah Pahlawan Indonesia dari masa VOC, Belanda, Jepang, hingga masa
Pembangunan tersebut.
Meskipun demikian, sang pendiri Sarekat Dagang Islam ini tidak lantas berhenti
dalam mencari ilmu.
berpindah dari kota kelahirannya Surakarta lalu ke kota Surabaya, Samanhudi
pergi mendalami ilmu agama Islam di sana. Selain itu, ia juga mulai terjun dalam kegiatan berdagang batik yang digeluti
oleh ayahnya Haji Muhammad Zen.
Belajar
sambil bekerja inilah yang menjadi kegiatan sehari-hari Samanhudi sejak ia
berhenti mengenyam pendidikan formal di tingkat SD. Seakan berhasil menemukan minat dan bakatnya, ternyata karier berdagang
batiknya semakin berkembang pesat. Pergaulannya dengan para pedagang batik juga
sangat luas.
Samanhudi
pun kemudian mengembangkan sendiri usahanya dan semakin di kenal dalam dunia
perdagangan batik. Lama
bergelut dalam dunia bisnis batik membuat Samanhudi menyadari suatu fakta. Ia
merasa bahwa pedagang-pedagang Islam di Hindia Belanda masih mendapat
diskriminasi dari pemerintah dibandingkan pedagang dari Tionghoa pada tahun
1905.
Oleh sebab itu, Samanhudi merasa pedagang pribumi harus memiliki organisasi
sendiri untuk membela kepentingan rakyatnya. Mulanya, ia
membentuk kelompok Rekso Roemekso yakni kelompok ronda untuk melindungi para
pedagang batik dari ancaman perampok
Kemudian
pada tahun 1911, Samanhudi mengubah Rekso Roemokso menjadi Sarekat Dagang Islam
di Surakarta bersama dengan H.O.S Tjokroaminoto dan R.M Tirto Adhi Suryo. Ia pun
ditunjuk menjadi ketua dari organisasi yang beranggotakan para pedagang
tersebut.
Samanhudi menjabat sebagai ketua organisasi Sarekat Dagang Islam pada tanggal
10 September 1912-1914. Di sela-sela kepemimpinannya, atas saran Tjokroaminoto,
SDI berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI) pada 10 September 1912.
Kepemimpinan Samanhudi tidak berlangsung lama, apalagi kesehatannya mulai
terganggu yang membuatnya tidak dapat aktif lagi dalam organisasi tersebut.
Hingga Tjokroaminoto yang semula hanya seorang komisaris, kemudian diangkat
menjadi ketua menggantikan Samanhudi.
Setelah SI di bawah kepemimpinan Tjokroaminoto, SI semakin berkembang menjadi
organisasi massa terbesar di Hindia Belanda. Bahkan SI
atau dulu disebut Sarekat Dagang Islam mulai menyatakan diri sebagai organisasi
politik yang akan membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan pada tahun 1917.
Baca artikel detikedu, “Pendiri Sarekat Dagang Islam Tahun 1911, Tidak
Tamat SD-Berdagang Batik” selengkapnya