Subulussalam, kabar-nusantara.com
19 Desember 2025
Pelaksanaan Pemilihan Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Subulussalam masa bakti 2025–2029 menuai sorotan serius dari insan olahraga. Proses yang semestinya menjadi perwujudan demokrasi olahraga justru dinilai sarat kejanggalan, tertutup, dan berpotensi mencederai prinsip keadilan serta kebersamaan cabang-cabang olahraga di Kota Subulussalam.
Sorotan tajam tersebut disampaikan oleh tokoh olahraga daerah, Bung Amigo, SH, yang menilai bahwa Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) telah gagal menjalankan proses secara demokratis dan transparan. Bahkan, ia menyebut langkah panitia saat ini mengarah pada penghilangan hak konstitusional Pengurus Cabang (Pengcab) yang sah.
10 Pengcab Kehilangan Hak Suara Secara Sepihak Polemik mencuat setelah 10 Pengcab olahraga resmi, yang telah memiliki SK Kepengurusan definitif, dinyatakan kehilangan hak dukung dan hak suara oleh TPP. Alasan yang digunakan panitia adalah ketidakhadiran Pengcab tersebut dalam Rapat Kerja (Raker) KONI pada 11 Desember 2025.
Namun, klaim tersebut dibantah keras oleh para Pengcab. Mereka menegaskan tidak pernah menerima undangan resmi terkait pelaksanaan Raker tersebut. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar di kalangan insan olahraga: bagaimana mungkin hak suara organisasi yang sah dicabut tanpa pemberitahuan yang jelas dan dasar hukum yang kuat?
Langkah ini dinilai bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KONI, serta mencederai semangat demokrasi olahraga yang menjunjung tinggi kesetaraan dan partisipasi seluruh anggota.
Bung Amigo: Ini Demokrasi Semu dan Sarat Kepentingan Saat dikonfirmasi awak media, Bung Amigo, SH menyampaikan kritik keras terhadap kinerja panitia penjaringan. Ia menegaskan bahwa dari 11 Pengcab yang terdaftar secara resmi dan memiliki legalitas, panitia seharusnya melakukan evaluasi, merevisi jadwal, dan membuka kembali ruang partisipasi secara transparan.
Menurutnya, persyaratan dukungan 30 persen peserta Raker sebagaimana tercantum dalam poin 1 huruf e merupakan bentuk pencitraan demokrasi yang keliru.
“Kalau syarat ini tetap dipaksakan, maka kami menilai panitia sedang menguntungkan kelompok tertentu. Di mana letak demokrasi kalau hak Pengcab yang dilindungi undang-undang justru dihilangkan?” tegas Amigo.
Ia juga membandingkan proses ini dengan pelaksanaan pemilihan organisasi kepemudaan sebelumnya, seperti KNPI, yang dinilai lebih terbuka karena melibatkan seluruh unsur berdasarkan SK dan mandat resmi.
“Kalau panitia tidak mampu merespons keberatan ini secara cepat dan tepat, maka panitia layak dibubarkan. Mereka gagal menjalankan demokrasi yang sesungguhnya,” lanjutnya.
Amigo menegaskan, Pengcab adalah pilar utama olahraga daerah dan hak-haknya tidak boleh dihilangkan dalam kondisi apa pun Surat Keberatan Resmi Dilayangkan
Sebagai bentuk sikap resmi, para Ketua Pengcab menyampaikan surat keberatan bernomor Istimewa dengan lampiran 10 eksemplar, perihal Hak Dukung dan Hak Suara pada Pemilihan Ketua KONI Subulussalam Masa Bakti 2025–2029 yang ditujukan langsung kepada Ketua TPP.
Dalam surat tersebut, para Pengcab menegaskan beberapa poin krusial, antara lain:
1. Meminta seluruh tahapan pemilihan Ketua KONI dilaksanakan berpedoman penuh pada AD/ART KONI dan ketentuan organisasi.
2. Mendesak peninjauan ulang persyaratan poin 1 huruf e yang dinilai tidak selaras dengan prinsip organisasi.
3. Menolak pencabutan hak dukung dan hak suara 10 Pengcab yang memiliki SK definitif.
4. Meminta pengembalian hak dukung dan hak suara kepada 10 Pengcab, yakni:
PGSI Subulussalam
FOKSI Subulussalam
FAJI Subulussalam
PERSANI Subulussalam
PESTI Subulussalam
PODSI Subulussalam
IKASI Subulussalam
ABTI Subulussalam
PBJI Subulussalam
PKSI Subulussalam
5. Mengharapkan adanya itikad baik demi masa depan olahraga Kota Subulussalam.
Desakan Bubarkan Panitia Penjaringan
Dalam pernyataan terpisah, Bung Amigo kembali menegaskan bahwa sejak awal proses penjaringan telah bermasalah. Ia menyebut banyak Pengcab tidak mengetahui adanya tahapan pendaftaran dan tidak dilibatkan dalam pembentukan panitia.
“Saya minta panitia dibubarkan dan dibentuk ulang. Libatkan seluruh cabang olahraga agar prosesnya independen dan demokratis,” tegasnya.
Menurutnya, ketertutupan informasi hanya akan memicu konflik berkepanjangan dan merusak kepercayaan Pengcab sebagai pemilik suara sah dalam Musyawarah Olahraga Kota (Musorkot).
Ancaman Legitimasi dan Masa Depan Olahraga Pengamat olahraga daerah menilai, apabila polemik ini tidak segera diselesaikan secara adil dan terbuka, maka hasil pemilihan Ketua KONI Subulussalam berpotensi kehilangan legitimasi. KONI seharusnya menjadi rumah besar pemersatu olahraga, bukan arena konflik kepentingan.
Dampak dari keputusan sepihak tersebut dikhawatirkan akan meluas, antara lain:
Menurunnya kepercayaan Pengcab terhadap KONI Terganggunya pembinaan atlet Terhambatnya prestasi olahraga daerah
Publik kini menanti langkah tegas dari TPP dan KONI Kota Subulussalam. Transparansi, keterbukaan, dan ketaatan pada AD/ART bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi utama demokrasi olahraga.
Jika hak suara Pengcab yang sah terus dibungkam, maka yang terancam bukan hanya proses pemilihan Ketua KONI, tetapi masa depan olahraga Kota Subulussalam itu sendiri
Jurnalis: Syahbudin Padank
