Lebak (Kabar Nusantara) – Proyek strategis nasional Waduk Karian, yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada tahun 2023, kembali menjadi sorotan akibat sengketa lahan yang belum tuntas.
Abdurohman, warga Desa Bungurmekar, Kecamatan Sajira, menggugat klaim “tanpa nama” yang dilayangkan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau, Ciujung, Cidurian (BBWSC3) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lebak atas tanahnya yang kini menjadi bagian dari area waduk.
Sidang dengan agenda penyampaian pernyataan dari pihak tergugat akan digelar di Pengadilan Negeri Rangkasbitung, Kamis (13/11/2025). Sengketa ini mencuat karena dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat setempat.
Abdurohman, yang ditemui di kediamannya pada Rabu (12/11/2025), mengungkapkan kekecewaannya atas klaim yang dianggap tidak berdasar.
“Saya menduga ada upaya politisasi untuk mempersulit masyarakat, sehingga enggan mengurus NIB 1570 yang diklaim ‘No Name’. Ujungnya, ganti rugi tidak dibayarkan,” ujarnya.
Ia mengklaim telah menempuh semua tahapan yang diminta oleh PPK BBWSC Banten dan BPN Lebak, termasuk audiensi dan demonstrasi. Namun, lahan miliknya tetap diklaim “tanpa nama”, diperkuat dengan surat pernyataan dari BPN Lebak.
Sengketa ini bermula saat BBWSC3 melakukan pemetaan dan pendataan lahan untuk proyek waduk. Lahan Abdurohman termasuk dalam daftar yang diklaim “tanpa nama”.
Sidang di Pengadilan Negeri Rangkasbitung menjadi harapan terakhir Abdurohman. Solidaritas dan dukungan mengalir dari berbagai elemen masyarakat, termasuk warga Bungurmekar, aktivis Lebak Pandeglang, LSM Banten, Ormas di Kabupaten Serang, Pelestari Seni dan Budaya Banten di Kabupaten Lebak, dan elemen masyarakat lainnya.
Pulung, warga Bungurmekar, menyatakan dukungan penuh kepada Abdurohman.
“Ini bukan hanya tentang hak beliau, tetapi juga tentang hak kami sebagai warga negara untuk mendapatkan kepastian hukum dan perlakuan yang adil,” tegasnya.
Madsoleh, warga lainnya, siap memberikan kesaksian untuk membuktikan kepemilikan Abdurohman atas lahan tersebut. Ia menilai BBWSC3 dan BPN Lebak terkesan mengada-ada.
“Persoalan klaim ini sangat jelas dan mudah dibuktikan, namun justru dipersulit dengan aturan yang tidak masuk akal. Seolah hak masyarakat kecil sengaja diabaikan,” katanya.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan keadilan dalam proses pembebasan lahan untuk proyek strategis nasional. Masyarakat berharap pengadilan bertindak independen dan memberikan putusan yang berpihak pada kebenaran dan keadilan.
Hingga berita ini diturunkan, media masih berupaya mendapatkan konfirmasi dari pihak-pihak terkait untuk informasi yang lebih lengkap dan berimbang. (Red)
